Namun, sejauh ini perusahaan maskapai satu-satunya di dunia yang berhasil meraih penghargaan “The Worlds Best Cabin Crew” selama 5 kali gagal dalam upaya restrukturisasi. Kementerian BUMN memberikan opsi kepailitan terhadap garuda apabila proses restrukturisasi mentok atau tidak menemukan titik temu.Kepailitan menurut Undang-Undang Kepailitan No 37 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Ketika perusahaan dinyatakan pailit, maka saham perusahaan yang pernah menghuni LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung disuspend, dampaknya investor tidak bisa menjual kepemilikan saham tersebut melalui BEI. Padahal, saham yang beredar di pasaran (masyarakat) porsinya cukup besar, yaitu mencapai 27,98% dari total saham atau setara dengan 6,33 miliar lembar saham.
PT Garuda Indonesia Tbk merupakan maskapai kebanggaan dan terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang penerbangan. Namun belakangan ini PT Garuda Indonesia Tbk atau yang kerap disapa Garuda (GIAA) terancam gulung tikar. Hal ini terungkap karena Garuda terlilit hutang sebesar Rp70 Triliun. Beberapa upaya telah dilakukan mulai dari negosiasi dan lobbying kepaada para kreditur. Upaya penyelamatan tersebut dilakukan melalui jalur restrukturisasi hutang melalui pengadilan niaga dengaan tujuan mendapatkan keringanan berupa penundaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU).
Tentu akan ada banyak pemegang saham yang dirugikan kalau Garuda berujung pailit. Apabila memungkinkan, penjualan kepemilikan saham bisa dilakukan di pasar nego, itupun kemungkinannya sangat kecil. Hal ini dilihat dari beberapa kasus perusahaan pailit, di pasar nego tidak ada bid atau offer, seperti kasusnya MYRX, BKSL, dll. Sehingga situasi ini sangat sulit bagi investor yang masih memiliki saham dengan kode GIAA (Garuda) untuk menjual kembali sahamnya melalui mekanisme bursa.
Oleh karena itu investor akan kembali berlaku sebagai pemegang saham tertutup. Jadi seandainya investor bermaksud menjual kepemilikan saham, maka masyarakat harus melihat opsi-opsi transaksi akan dilakukan di luar bursa. Para pemegang saham juga perlu benkonsultasi kepada konsultan hukum masing-masing khususnya untuk mencari kemungkinan atau opsi lain yang bisa diambil, misalnya apakah ada kemungkinan buyback yang dilakukan oleh pemegang saham mayoritas sesuai dengan UU Perseroan.
Ditambah lagi, UU Perseroan maupun UU Kepailitan tidak memprioritaskan pemegang saham mendapatkan pengambalian, karena diprioritaskaan pada debitur. Kecuali pada akhir pembayaran piutang atas aset-aset masih ada sisa, itupun kemungkinannya sangat kecil.
